16 Oktober 2025 – Beberapa pekan terakhir, banyak masyarakat mengeluhkan suhu udara yang terasa jauh lebih panas dari biasanya. Sinar matahari yang terik sejak pagi hingga sore membuat tubuh cepat lelah, bahkan terasa tidak nyaman meski hanya beraktivitas ringan. Namun, di balik cuaca panas ini, ternyata ada ancaman serius bagi kesehatan yang sering kali tidak disadari, yaitu penurunan sistem imun tubuh.
Penelitian terbaru dari Christina Lee Brown Envirome Institute, University of Louisville, Amerika Serikat, mengungkap bahwa paparan suhu panas dalam jangka pendek dapat memicu peningkatan peradangan di dalam tubuh serta mengganggu fungsi sistem kekebalan. Kondisi ini membuat seseorang menjadi lebih rentan terhadap berbagai penyakit, mulai dari flu hingga infeksi yang lebih berat.
Menurut peneliti utama, Daniel W. Riggs, Ph.D., timnya menggunakan berbagai ukuran panas yang berkaitan dengan penanda peradangan dan respons imun dalam tubuh manusia. Tujuannya adalah untuk memahami seberapa besar dampak paparan panas terhadap kesehatan secara menyeluruh.
Dalam penelitian tersebut, para partisipan diminta datang ke lokasi studi di kota Louisville selama musim panas. Mereka menjalani pemeriksaan darah untuk melihat perubahan pada sistem kekebalan tubuh. Hasil darah ini kemudian dianalisis dan dibandingkan dengan beberapa indikator cuaca, seperti kelembapan udara, kecepatan angin, serta Universal Thermal Climate Index (UTCI), yang mengukur tingkat kenyamanan tubuh terhadap suhu lingkungan.
Hasilnya cukup mengejutkan. Setiap kenaikan suhu sebesar lima derajat berdasarkan ukuran UTCI menyebabkan peningkatan signifikan pada beberapa penanda peradangan tubuh. Misalnya, kadar monosit meningkat hingga 4,2 persen, eosinofil naik 9,5 persen, sel natural killer T-cells meningkat 9,9 persen, dan kadar TNF-alpha bertambah 7 persen. Semua peningkatan ini menunjukkan bahwa tubuh sedang mengalami tekanan akibat suhu panas yang tinggi.
Lebih jauh lagi, peneliti menemukan bahwa paparan panas juga dapat menurunkan kadar sel B hingga 6,8 persen. Padahal, sel B memiliki peran penting dalam sistem imun adaptif karena berfungsi mengingat dan melawan virus atau bakteri yang pernah menyerang tubuh. Penurunan sel B berarti kemampuan tubuh untuk membentuk kekebalan alami terhadap penyakit menjadi lebih lemah.
Kondisi ini patut diwaspadai, terutama bagi masyarakat yang beraktivitas di luar ruangan dalam waktu lama. Suhu panas ekstrem dapat mempercepat dehidrasi, meningkatkan tekanan darah, dan mengganggu keseimbangan metabolisme tubuh. Jika dibiarkan, daya tahan tubuh bisa turun drastis dan memicu munculnya berbagai penyakit.
Para ahli menyarankan agar masyarakat lebih memperhatikan kesehatan selama cuaca panas. Minum air putih yang cukup, mengonsumsi makanan bergizi, dan menghindari paparan langsung sinar matahari di jam-jam terik menjadi langkah sederhana yang sangat penting. Selain itu, mengenakan pakaian berbahan ringan dan menjaga suhu tubuh tetap stabil juga membantu mencegah efek negatif panas terhadap imun.
Dengan memahami dampak cuaca panas terhadap sistem kekebalan tubuh, masyarakat diharapkan lebih waspada dan bijak dalam menjaga kesehatan. Cuaca ekstrem tidak hanya menantang fisik, tetapi juga bisa menjadi ujian bagi daya tahan tubuh kita. (Redaksi)

